Uje... Titip Salam Rindu Untuk Nabi
Salam rinduku kasih...
Salam rinduku Nabi...
Salam rinduku kasih...
Salam rinduku Nabi.
Demikian lantunan lagu Ustad Jefri Al Bukhori. Dalam tembang Salawat Cinta, ustad yang biasa disapa Uje itu menumpahkan segala rasa rindunya kepada sang suri teladan, Nabi Muhammad SAW. Namun, kini lantunan suara merdu Uje tak akan terdengar lagi untuk selama-lamanya.
Uje, dai yang multilatenta itu kini telah tiada. Kecelakaan tunggal di Jalan Gedong Hijau, Pondok Indah, Jakarta Selatan telah merenggut nyawanya. Kepergian Uje tak hanya menyisakan duka bagi keluarga, namun juga bagi masyarakat Indonesia. Sejumlah kalangan pun berduyun-duyun menyambangi kediaman Uje di Perumahan Bukit Mas, Jalan Narmada 3 Blok I No 11, Rempoa Bintaro, Tangerang Selatan, Banten, untuk menyampaikan doa.
Wakil Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengaku mengagumi sosok Uje. Walau masih muda, namun ilmu agama yang dikuasainya begitu luas, sehingga menjadikan ia sebagai seorang pendakwah.
"Saya suka banget dengan khotbahnya, enak didengar. Pokoknya, Uje keren banget saat menyampaikan khotbahnya. Saya kagum dengan dia," kata Ahok.
Kronologi Kejadian
Pertemuan di Kemang, Jakart Selatan, yang dihadiri 4 ustad menjadi awal peristiwa nahas tersebut. Menurut Kang Asep yang merupakan sepupu Uje, usai mengadakan pertemuan itu, mereka pulang melalui kawasan Pondok Indah dengan mengendarai motor beriringan. Namun Uje mendahului ketiga temannya dan tak terlihat lagi hingga terjadi kecelakaan itu.
Uje yang menggunakan Moge Kawasaki E650 bernopol B 3590 SGQ menabrak pohon palem kedua di tepi jalan. Tubuh Sang Ustad terpental sekitar 3-4 meter, kemudian mogenya masih melaju hingga 30 meter.
Usep menyebutkan, Ustad Jefri memang memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Bahkan, seorang saksi menyatakan tak mampu mengejar sang ustad dengan kecepatan 100 km/jam. "Mereka semua mengendarai motor. Ustad (Uje) jalan duluan. Kata (saksi) yang ikut saat itu, 'Saya di atas 100 km per jam saja tidak ngejar," ungkap Kang Asep saat ditemui di kediaman Uje di Perumahan Bukit Mas Bintaro, Rempoa, Tangerang Selatan, Jumat (26/4/2013).
Sebelumnya, tutur Kang Asep, keempat temannya yang mengetahui kondisi Uje sedang tidak fit sempat melarangnya mengendarai motor sendiri. Namun, Uje meyakinkan teman-temannya itu masih mampu mengendarai motor sendiri.
"Sudah sempat dilarang sama teman-teman. Cuma dia bilang dia bisa," sambung pria yang kerap ikut Uje berdakwah itu.
Dari olah TKP diketahui, penyebab meninggalnya sang ustad yang kerap muncul pada acara rohani ini diduga akibat kondisi tubuhnya yang sedang tidak fit atau mengantuk. "Pertama menabrak trotoar, lalu motornya semakin ke kiri dan menabrak pohon palem yang ada di atas trotoar. Setelah itu korban jatuh ke jalan dan motornya melaju," jelas Kepala Satuan Lantas Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Besar Polisi Hindarsono di Jakarta.
Setelah kecelakaan itu, Uje sempat dibawa ke Rumah Sakit Pondok Indah. Namun, nyawanya tak tertolong lantaran luka diderita sangat parah. "Luka pada wajah sebelah kiri, terkena benturan pohon. Korban mengalami out of control, " jelas Hindarsono.
"Dugaan sementara karena mengantuk, kejadiannya sudah malam juga kan, jadi lepas kontrol lalu menabrak," imbuh dia.
Firasat perpisahan
Tak ada yang tahu kapan kematian akan tiba. Kendati demikian, seseorang kerap diberi firasat jika jatah hidupnya akan berakhir. Kondisi ini telah tampak dalam sejumlah sikap yang dilakukan Uje sebelum ia meninggal dunia. Ibunda Uje, Hj Tathu Mulyana mengaku sebelum berpisah dengan putranya, Uje sempat melontarkan pernyataan tentang usianya.
"Dia sempet bilang, dua hari lalu. Umi, saya belum bayar ini, udah jatuh tempo," ungkapnya.
Sifat Uje yang suka bercanda dengan sang ibu, membuat Tathu tak berpikir bahwa ungkapan itu adalah tanda bila sang anak akan meninggal dunia. "Kita mah enggak pikir ke umur, ternyata jatuh temponya ini (meninggal)," tuturnya sedih.
Firasat itu juga sempat Uje tunjukkan kepada sang adik, Fajar Sidiq. Tiga hari sebelum meninggal, Uje sempat mengirim pesan melalui broadcast message layanan Blackberry Messenger (BBM) kepada pada kerabat dan rekan-rekannya sesama pendakwah melalui handphone Blackberry miliknya.
"Isinya kurang lebih seperti ini, 'mohon maaf ini (Blackberry) tidak aktif, sekali lagi mohon maaf lahir bathin'," tutur Fajar di rumah duka di Tangerang, Jumat (26/4/2013).
Tak hanya itu, lanjut Fajar, ustadz juga berpesan kepada keluarga agar memakamkan dirinya berdekatan dengan makam sang ayah. Yang mengejutkan, pesan itu disampaikannya saat melaksanakan ibadah umrah, beberapa minggu lalu.
"Pas umroh kemarin, beliau bilang 'kalau gue mati, gue mau deket sama Apih (panggilan Ustadz Jefri pada ayahnya). Karena dia ngerasa bandel dulu, jadi dia pengin deket sama bapaknya," terang sang adik.
Tak hanya itu, Uje juga menghapus kontak teman-temannya yang ada di blackberrynya. "Bb (blackberry) didelete-deletin sama Uje. Saya nggak tau kenapa," kata Eko 'Patrio' sebelum ikut menyolatkan jenazah Uje di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat.
Meski tak terlalu aktif di media sosial, firasat perpisahan itu juga ada dalam kicauan Uje dalam twitternya yang ia tulis bertanggal 13 Maret 2013. "Pada akhirnya.. Semua akan menemukan yg namanya titik jenuh.. Dan pada saat itu.. Kembali adalah yg terbaik.. Kembali pada siapa..??? Kpd "DIA" pastinya.. Bismi_KA Allohumma ahya wa amuut.." kicau Uje dalam twitternya.
Sebelum meninggal, Uje sempat bertemu dengan sahabatnya yang juga sesama pendakwah, yakni Ustadz Solmed. Dalam kesempatan itu, keduanya berbincang tentang banyak hal. Tak disangka, Ustadz Jefri pun melontarkan sebuah ucapan yang diyakini Ustadz Solmed sebagai pesan terakhir dari pria yang wafat di usia 40 tahun itu.
"Dia (Ustadz Jefri) bilang sama saya, 'ente harus lanjutin dakwah ane'," kenang Ustadz Solmed sambil berlinang air mata saat berta'ziah di rumah duka di Tangerang.
Ustadz Jefri juga sempat memberikan kenang-kenangan pada Ustadz yang sempat membintangi sinetron Pesantren Rock N Roll tersebut. Dia memberikan cincin dan peci sambil berkata 'ini cincin buat elo, elo terusin dakwah gue, ini peci juga buat elo, elo terusin dakwah gue'.
Dari mantan pecandu jadi ustad kondang
Perjalanan hidup Jefri al Bukhori memang sungguh dahsyat. Penuh gejolak dan tikungan tajam. Proses pergulatan yang luar biasa dialami Uje hingga menemukan kehidupan yang tenang dan menenteramkan.
Jefri lahirkan pada 12 April 1973 di Jakarta. Dia adalah anak ketiga dari lima bersaudara pasangan almarhum Haji Ismail Moda dan Hajah Tatu Mulyana. Apih (panggilan Jefri untuk ayahnya--Red.) asli Ambon, sedangkan Umi (demikian sang ibunda dipanggil) berasal dari Banten. Apih mendidik Uje dan 4 saudaranya itu dengan sangat keras, terutama dalam hal agama.
Berada di lingkungan keluarga yang taat agama membuat Uje menyukai pelajaran agama. Sewaktu kelas 5 SD, Uje pernah ikut kejuaraan MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran) hingga tingkat provinsi. Selain agama, pelajaran yang juga kusukai adalah kesenian. Entah mengapa, Uje suka sekali tampil di depan orang banyak. Uje pun terbilang cerdas di sekolahnya. Setelah kenaikan kelas, dari kelas tiga sekolah dasar (SD) dia langsung melompat ke kelas lima. Jadilah Uje sekelas dengan kakaknya yang kedua.
Setelah lulus SD, bersama kedua kakaknya, alm. Ust. H. Abdullah Riyad dan Ust. H. Aswan Faisal, bersekolah di PonDaar el-Qolam Gintung, Jayanti, Tangerang. Namun selama di pesantren, Uje terbilang nakal. Seringkali saat teman-temannya lainnya belajar, ia diam-diam tidur atau kabur dari pesantren untuk main dan nonton di bioskop. Sampai akhirnya Uje dikeluarkan dari pesantren tersebut yang sempat dikecapnya selama tahun yang harus dijalani. Setelah itu, Uje dipindahkan ke Madrasah Aliyah (MA, setingkat SMA). Bukannya bertambah baik, kenakalan Uje justru bertambah.
Apalagi setelah lulus di tahun 1990 dan kuliah di akademi broadcasting, kenakalan Uje tak berkurang. Dia bergaul dengan pemakai narkoba dan sering dugem (dunia gemerlap). Bahkan Uje akhirnya tak menyelesaikan kuliah. Pada 1991, Uje pernah menjadi dancer di salah satu club. Uje juga sering nongkrong di Institut Kesenian Jakarta.
Di kala para pemain sinetron sedang latihan, kadang-kadang Uje menggantikan salah satunya. Ia pun ikut casting dan mendapat peran. Salah satu sinetron yang sempat dibintanginya adalah Pendekar Halilintar. Bahkan Uje pernah dinobatkan sebagai pemeran pria terbaik dalam Sepekan Sinetron Remaja yang diadakan TVRI pada 1991.`
Uje bertemu dengan Pipik Dian Irawati, seorang model gadis sampul majalah Aneka tahun 1995 asal Semarang, Jawa Tengah. Saat itu, Uje masih berstatus sebagai pemakai narkoba. Meski demikian, hal itu tidak menghalangi Pipik yang bersedia dinikah siri pada 7 September 1999. Dua bulan kemudian mereka menikah resmi di Semarang. Pernikahannya dengan Pipik ini dikaruniai 4 anak, Adiba Khanza Az-Zahra, Mohammad Abidzar Al-Ghifari, dan Ayla Azuhro, serta Attaya Bilal Rizkillah.
Hal yang menyadarkan Uje dari kehidupan semu adalah saat dirinya diajak umrah oleh ibu dan kakaknya. Sebagai awal dari usaha pertobatan, Uje mendapat amanah dari kakak tertuanya alm. Ust. H. Abdullah Riyad, untuk melanjutkan dakwah kakaknya di Jakarta.
Umi mau 'ikut' Abi aja...
Kepergian Ustad Jefri membawa duka mendalam bagi keluarga. Sang istri, Pipik Dian Irawati, terus menangis histeris setelah mendengar sang suami meninggal setelah kecelakaan. Bahkan dirinya pun pingsan hingga beberapa kali.
"Yang paling menyedihkan, Mbak Pipik menangis terus, disampingnya anak-anaknya yang masih kecil juga ikut menangis," kata istri Bebi Romeo, Meisya Siregar yang juga tak kuasa menahan air mata. "Bahkan katanya, saat menjemput jenazah di RS Pondok Indah, Mbak Pipik terus-terusan berteriak 'Ini badannya (Ustadz Jerfy) masih panas. Masih Hidup'," paparnya.
Bahkan usai mengantar sang suami ke peristirahatan terakhir di Tempat Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta Pusat, Pipik yang tiba di rumah masih tak percaya bahwa suaminya sudah meninggal dunia. Sambil duduk di lantai, Pipik bersandar di tembok. Saat itulah, Pipik seperti meracau berbicara sendiri. Dia tak percaya, pria yang begitu dicintainya pergi begitu cepat.
"Mau ikut Abi, Umi mau ikut Abi aja. Kenapa harus kayak gini. Abi pergi kenapa harus gini Abi," kata Pipik sambil terus menangis diapit keluarganya.
Tamu-tamu yang datang datang langsung duduk bersila di dekat Pipik sambil membaca surat Yasin. Pipik tidak berhenti bicara. Dia terus berkata, "Abi belum meninggal. Badannya masih hangat kok sudah dibawa ke kamar mayat," ujar Pipik yang terus menangis.
Lautan manusia antar kepergian sang guru
Setelah disemayamkan di rumah duka selama sekitar 6 jam, jenazah Uje diberangkatkan ke Masjid Istiqlal untuk disalatkan. Ratusan orang mengiringi jasad Uje yang berada dalam mobil ambulans dari Yayasan Bunga Kemboja. Pengawalan tak hanya dilakukan oleh para jemaahnya, namun juga FPI. Ormas pimpinan Habib Rizieq ini menurunkan 500 laskarnya untuk mengawal jenazah Uje hingga pemakaman.
Gema takbir pun mengiringi jenazah saat dibawa dari dalam rumah menuju ambulance.Keranda Uje sempat jadi rebutan jamaah. Merkea berlomba memegang keranda yang membawa Uje, namun tidak sampai menimbulkan keributan. Di Masjid Istiqlal, lautan manusia telah berkumpul bersiap menyambut kedatangan sang guru. Mereka melantunkan salawat dan tahlil. Saat salat jenazah akan dimulai. Suasana sempat tidak kondusif.
Sempat terjadi saling dorong dari para jamaah. Mereka seakan berebut ingin menyentuh keranda dan jasad sang ustad. Wakil Imam Besar Masjid Istiqlal, Syarifudin Muhammad pun sedikit berang dan bersuara lantang meminta jemaah untuk bersikap tenang.
Suasana kembali tak kondusif saat jenazah Uje usai disalatkan. Lautan manusia menghampar mulai dari dalam masjid hingga ke pintu gerbang Masjid Istiqlal. Jamaah berebut ingin mendekat keranda mayat ustad muda yang populis itu.
Bahkan sempat terjadi sedikit keributan. Massa berebut, merapat, bahkan ada yang membuka selimut keranda. Banyak juga dari mereka yang terus mengabadikan gambar. Bukan perkara mudah bagi ambulans yang mengangkut jenazah Uje keluar dari masjid. Perlu sedikit perjuangan. Banyak jamaah yang menutupi jalan. Tetapi akhirnya kondisi itu bisa dikendalikan.
Ambulans jenazah Uje akhirnya berangkat menuju Tempat Pemakaman Umum (TPU) Karet Bivak, Tengsin, Jakarta Pusat. Mengantar Uje ke peristirahatan terakhir.
Di TPU Karet Bivak, ribuan orang menyemut dan berkerumun di satu titik pusara yang sudah beratapkan tenda yang berada di blok A I blad 38 nomer 203. Massa berkerumun sejak selepas salat Jumat tadi (26/4/2013) dan berkonsentrasi di satu liang lahat Uje yang akan dimakamkan di dekat makam sang ayah, H Ismail Modal.
Tahlil terus bergema seiring jenazah Uje dimasukkan ke peristirahatan terakhir. Dengan susah payah, jenazah pun akhirnya sampai di dalam liang lahat. Papan-papan di dalam sudah dirapatkan. Tanah yang masih merah pun menutup liang tempat Uje dimakamkan.
Asa sebelum 'dipanggil'
Banyak mimpi Ustad Jefri semasa hidupnya yang ingin direalisasikan. Salah satunya adalah ingin membuat film bertemakan religi. Bahkan keinginannya itu sudah disampaikan kepada Eko Patrio. "Kita rencana mau bikin film bareng dan acara sahur," kata Eko sebelum ikut mensalatkan jenazah Ustad Jeffry di Masjid Istiqlal.
Dalam film itu, rencananya akan menjadikan Uje sebagai peran utama. Namun sayang, belum membicarakan lebih lanjut, Uje keburu dipanggil Tuhan untuk selamanya. "Dia akan jadi peran utama di film tentang dakwah itu. Baru niat, dia sudah meninggal," kata suami Viona ini.
Selain itu, Uje juga sempat melontarkan keinginan terakhirnya untuk berkonsentrasi memajukan pesantren yang tengah dibangun di kawasan Gunung Putri, Cikeas, Bogor. "Saat saya bareng ceramah di Cilegon, Banten. Seminggu lalu beliau sempat bilang 'kapan ya bisa lebih istiqomah di pondok pesantren'. Dia bilang itu," kata sepupu Uje, Kang Asep saat ditemui di kediaman Uje di Bukit Mas Bintaro, Rempoa, Jakarta Selatan.
Uje memang sedang melakukan pembangunan pesantren di daerah Cikeas, Bogor. Pesantren yang berdiri di atas lahan puluhan hektare itu rencananya untuk anak-anak kurang mampu dan yatim piatu.
Harapan itu akan tetap dilanjutkan kendati Uje telah tiada. Sejumlah rekan dan kerabatnya berkomitmen melanjutkan dakwah Uje. Semoga niat dan amal itu akan menjadi amal jariah yang pahalanya akan terus mengalir meski ia terbaring di 'sana'.
Selamat jalan ustad, selamat jalan guru.. Jasamu akan dikenang selamanya.
Sumber: liputan6.com
Baca Selengkapnya ....