Menghadapi Suami yang Lelet
Tanya:
Bagaimana cara mengimbangi suami yang terbiasa dengan gaya hidup santai? Sebab, ia sangat berbeda dengan saya yang selalu bergerak dan berpikir cepat. Terkadang saya stres sendiri, karena kegiatan yang mestinya selesai harus dikerjakan lebih lama, karena ditunda-tunda, dan akhirnya berujung pertengkaran. Padahal saya sudah mencoba berbicara dengan suami akan kebiasaan saya, tapi tetap saja tidak ada perubahan yang berarti. (Memet, 28)
Jawab:
Mbak Memet yang luar biasa,
Menjadi pasangan yang harmonis adalah dambaan setiap manusia, termasuk saya dan Anda. Sering kita membayangkan diri kita untuk memiliki pasangan yang harmonis. Bayangkan saja! Membayangkannya saja hati ini sudah terhibur. Apalagi jika kita benar-benar memilikinya?
Berita baiknya adalah setiap diri kita sangat berhak memiliki pasangan yang harmonis. Siapa pun diri kita, kita sangat bisa memilikinya. Hanya saja, kita sering lupa. Bahwa untuk memiliki pasangan yang harmonis, orang pertama yang harus memulainya adalah diri kita sendiri. Bukan pasangan kita, apalagi orang lain.
Caranya pun sangatlah indah, yaitu dengan tidak saling memaksa pasangannya untuk meniru diri kita. Dengan memberi ruang kepada pasangan kita untuk menjadi dirinya sendiri secara bertanggung-jawab. Artinya, tidak ada yang salah dengan Anda yang berpikir cepat dan bergerak cepat. Yang menjadi permasalahannya di sini adalah adanya pemaksaan kehendak untuk mengikuti Anda, untuk berpikir cepat dan bergerak cepat.
Jadi apa yang harus Anda lakukan? Tiga langkah sederhana berikut wajib Anda lakukan mulai sekarang. Pertama, lihatlah sisi positif suami Anda. Hargailah sisi positifnya. Tunjukkan kepada suami Anda akan kelebihan-kelebihan yang beliau miliki dan sangat membantu Anda.
Beri ruang suami Anda untuk menjadi dirinya sendiri secara bertanggung-jawab. Misalnya, kejujurannya, kesabarannya, support-nya, kedekatannya kepada Anda dan anak-anak, dan seterusnya. Hindari memaksakan kehendak.
Hal ini sangatlah penting untuk menunjukkan kepada suami Anda bahwa Anda adalah seorang istri yang menghargai "sisi baik" sang suami yang selama ini bisa jadi Anda belum sadari. Bukankah setiap manusia memiliki sisi baik dalam dirinya, termasuk Anda dan suami?
Kedua, bicaralah dari hati ke hati. Tanyakan kepadanya tentang apa yang sebenarnya membuat dirinya menunda pekerjaan? Temukan alasannya. Saat ia mengungkapkan alasannya, jadilah pendengar yang baik. Simaklah dengan sepenuh hati.
Tunjukkan kepadanya, bahwa sebagai seorang istri yang sangat mencintai suami dan anak-anaknya, Anda bukan sama sekali bermaksud mengguruinya. Apalagi memaksanya untuk "menjadi seperti Anda". Katakan kepadanya, bahwa yang Anda inginkan adalah "tanggung-jawabnya" untuk tidak menunda-nunda pekerjaan.
Ketiga, tanyakan bagaimana perasaannya saat menunda pekerjaan dan melihat dampak negatifnya yang berupa keterlambatan? Tanyakan kepadanya, "Apa kerugiannya akibat ia menunda-nunda?" Dan ajaklah ia melihat dampak negatifnya kepada anak-anak. Karena bagaimana pun orangtua adalah panutan bagi anak-anak. Mereka melihat sekaligus mencontohnya. Sungguh tidak baik, bukan jika suami Anda menunda-nunda pekerjaan? Selamat berbicara dari hati ke hati.
Ainy Fauziyah, CPC
Leadership Coach & Motivator
Penulis Buku Best Seller 'Dahsyatnya Kemauan'
www.ainyfauziyah.com
www.ainymotivationclass.com
Ditulis oleh Unknown
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar