Tampilkan postingan dengan label Nasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Nasional. Tampilkan semua postingan

Kawasan Purba ‘Bukit Seks’ yang Terabaikan

Posted by Unknown Selasa, 30 April 2013 0 komentar
13367483721759626422
Inilah Bukit Seks Buttu Kabobong di ceruk Bambapuang/Ft: Mahaji Noesa
Bagi mereka yang sudah pernah berwisata ke destinasi Toraja, Sulawesi Selatan, menyusuri jalan darat melintasi Kabupaten Enrekang, sudah pasti punya kenangan dengan Bukit Seks.
13367408291485741578
Salah satu keindahan bukit purba di ceruk Bambapuang/Ft: Mahaji Noesa

Setiap pelancong atau wisatawan mancanegara yang melintasi jalur ini umumnya terlihat tak pernah melewati keindahan serta keunikan bukit yang menyerupai bentuk kelamin wanita di kilometer 18 dari Kota Enrekang, ibukota Kabupaten Enrekang tersebut.
Selain menyaksikan langsung atau membuat potret kenang-kenangan dengan latar gunung berbentuk V yang ukurannya sekitar 60 juta kali lebih besar dari bentuk aslinya, di lokasi ini dapat disaksikan panorama indah barisan pegunungan dalam beragam bentuk sejauh mata memandang.
Bukit Seks yang dalam sebutan bahasa daerah Enrekang dinamai 'Buttu Kabobong' (Berarti: Gunung V) tersebut, sebenarnya hanya merupakan bagian kecil dari banyak bentuk unik dan menawan gunung purba yang ada di wilayah Kabupaten Enrekang.
Hanya saja Bukit Seks ini yang senantiasa mendapat perhatian lantaran dapat dipandang lansung dari tepian jalan poros Enrekang – Toraja. Tepatnya, berada di barisan bukit yang menjadi bagian dari Kawasan Timur Enrekang (KTE). Barisan perbukitan yang merupakan bagian dari kaki Gunung Latimojong (kl. 3.478 dpl) yang berada di Karangan, Desa Latimojong Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang.
Di kaki perbukitan KTE berketinggian antara 400 hingga 3.000-an dpl inilah terletak Kecamatan Baraka, Kecamatan Bungin, Kecamatan Curio, Kecamatan Malua, dan Kecamatan Maiwa sebagai daerah penghasil tanaman perkebunan berupa kopi, cengkeh, vanili, padi, serta beragam jenis sayur-mayur dan buah-buahan. Hasilnya tak hanya disuplai untuk kebutuhan Sulawesi Selatan, tapi juga untuk provinsi lain di Pulau Sulawesi seperti ke Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah. Bahkan diantarpulaukan ke Kalimatan, Maluku dan Papua.
1336740945270712418
Salah satu bukit dengan ornamen alam bagian dinding Kawasan Barat Enrekang/Ft: Mahaji Noesa
Sedangkan poros jalan Negara menghubungkan Kota Enrekang hingga ke Salubarani – gerbang masuk Kabupaten Tana Toraja sepanjang kl.48 km merupakan lokasi Kawasan Barat Enrekang (KBE) dengan ketinggian 200 – 800 dpl, meliputi Kecamatan Anggeraja, Kecamatan Alla, Kecamatan Enrekang, dan Kecamatan Cendana.
Di pertemuan kaki bukit antara Kawasan Timur dan Kawasan Barat Enrekang ini terdapat ceruk, berupa jurang dengan lebar bervariasi 2 hingga 5 km dan kedalaman 400 hingga 800 meter dari muka jalan negara poros Enrekang – perbatasan Tana Toraja. Di bawahnya mengalir sejumlah sungai, seperti Sungai Mata Allo yang selama ini menjadi sumber air utama bagi irigasi persawahan dua daerah andalan penghasil tanaman padi di Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap) dan Kabupaten Pinrang.
Ceruk inilah yang dikenal dengan sebutan Kawasan Wisata Bambapuang dengan latar keindahan gunung-gunung purba dengan ornamen-ornamen alam unik di antara dinamika kehidupan keseharian masyarakat petani pegunungan.
Sebagaimana diketahui, Kabupaten Enrekang merupakan salah satu dari lima kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang tidak berbatasan dengan laut. Dengan luas wilayah 1.786,01 km2, sekitar 85 persen wilayah Enrekang merupakan bukit yang mempunyai kemiringan bervariasi 15 derajat hingga curam.
1336741105534440580
Prof.T.C.M.George IS di teras Villa Bambapuang dengan latar keindahan gunung Kawasan Bambapuang/Ft: Mahaji Noesa
Meskipun, ceruk Bambapuang yang sudah puluhan tahun dikagumi keindahan alamnya sampai ke mancanegara, namun sampai sekarang belum ada patokan baku batas area yang masuk kawasan tersebut. Ada yang menyebut luasannnya meliputi areal 680 km2, dihitung mulai dari Kampung Kotu (Km 14), Desa Bambapuang, Kecamatan Anggeraja hingga Salubarani (Km 48), perbatasan Enrekang – Toraja. Dengan lebaran kawasan dari batas jalan Negara poros Enrekang – perbatasan Toraja hingga 20 km ke arah timur.
Berulangkali Prof. T.C.M. George IS ketika ditemui nginap di Villa Bambapuang (berhadapan langsung dengan Gunung V) setelah selama dua hari berkeliling di kawasan ini, menyatakan kekaguman terhadap keindahan panorama kealamiaan gunung-gunung batu di Kawasan Bambapuang.
''Kawasan ini jika dikelola dengan baik tidak kalah menarik dengan kawasan wisata Grand Canyon dan barisan bukit Sierra yang menyedot kunjungan puluhan juta wisatawan mancanegara setiap tahun di Benua Amerika,'' katanya.
Alumni Reflexology dari daratan Cina ini menyatakan, Kawasan Bambapuang punya kelebihan lantaran di kaki serta ceruk gunung-gunung batunya berlangsung kehidupan masyarakat dengan aktivitas pertanian. Tidak seperti di kawasan Grand Canyon dan bukit Sierra yang gersang dari aktivitas kehidupan.
Sebenarnya, di awal tahun 2000-an saat kepemimpinan Bupati Enrekang Muh.Iqbal, sudah pernah ada pembuatan rancangan design pengembangan Kawasan Wisata Bambapuang seluas kl.20 x 48 km. Bahkan dia sudah merintis pembukaan jalanan di KTE. Dimaksudkan, agar para pelancong dapat menikmati keindahan ceruk Bambapuang dengan bukit-bukit batunya yang indah yang membentang di KBE.
13367413271721076579
Bukit Serambi Mayat yang ceper di Tontonan, Enrekang/Ft: Mahaji Noesa
Ada rencana ketika masuk kawasan ini, para pelancong dari arah Makassar ke Toraja, menyusuri jalan yang ada sekarang. Melalui poros ini disaksikan keindahan alam ceruk dan gunung-gunung batu di KTE. Sedangkan jika balik dari Toraja melalui jalan keluar yang dibangun di Kawasan Timur Enrekang untuk meinkmati keindahan alam ceruk dan gunung-gunung batu yang ada di Kawasan Barat Enrekang (KBE). Sayang sekali, dalam kepemimpinan Bupati Enrekang selanjutnya, pengembangan jalan di KTE tersebut tidak berlanjut.
Bahkan, sudah didesign semacam pembangunan pelataran-pelataran untuk memandang view di Kawasan Bambapuang. Ceruk di antara bukit KTE dan KTB direncanakan dibangun fasilitas wisata seperti skylift, pengembangan olahraga gantole (terbang layang), kawasan perkemahan, trikking, jogging, tangga seribu untuk turun-naik lembah, fasilitas arung jeram di sungai Mata Allo serta fasilitas wisata lainnya. Tujuannya, tak hanya sebatas ingin memuaskan pelancong menikmati keindahan Kawasan Bambapuang dengan aman dan nyaman. Tetapi juga lebih utama, para pelancong atau wisatawan ke Toraja tidak hanya melewati kawasan ini, tetapi juga dapat menjadikan sebagai Daerah Tujuan Wisata menikmati keindahan gunung, lembah dan jurang yang terbentang sepanjang mata memandang di Kawasan Bambapuang.
1336741437952854694
Gunung Bambapuang dilihat dari poros jalan masuk ke Kotu/Ft: Mahaji Noesa
Dengan begitu, keindahan alam kawasan ini pun diharapkan dapat memberi manfaat peningkatan ekonomi bagi masyarakat dan khususnya daerah Kabupaten Enrekang. Tidak seperti selama ini, Kawasan Bambapuang hanya dilintasi begitu saja oleh para pelancong, lantaran tak memiliki fasilitas wisata untuk wisatawan nginap dengan rasa aman dan nyaman.
''Tak hanya siang hari, di udaranya yang sejuk malam hari kawasan ini pun dapat hidup apabila didesign sedemikian rupa dengan memanfaatkan bantuan teknologi solar sell untuk malam hari. Kawasan Bambapuang ini jika ditata dengan baik bukan tidak mungkin ke depan akan dapat berkembang sebagai Sierra Khatulistiwa karena panorama bentang alamnya yang tiada duanya di dunia,'' komentar Prof. George yang mengaku sudah berkeliling ke sejumlah kawasan wisata yang menyajikan panorama gunung-gunung batu di dunia.
Kawasan Bambapuang, tentu saja, termasuk bagian dari hamparan bukit karts seluas kl.145.000 km persegi yang ada di Indonesia. Hanya saja tidak semua bukit yang ada di kawasan ini merupakan bukit batu gamping. Sebagian besar, seperti yang dapat dilihat secara kasat mata merupakan bukit batu cadas. Banyak bukit dengan beragam bentuk dan ornamen alamnya yang indah, sejak dulunya plontos tidak dihidupi tumbuhan tetapi di bagian tertentu menghijau.
Lantaran posisinya yang curam hingga tegak 90 derajat, banyak bukit di Kawasan Bambapuang sejak masa purba hingga saat ini belum pernah dijamah manusia dari kaki hingga puncaknya. Bukit Tontonan di Kelurahan Tanete Kecamatan Anggeraja, misalnya. Salah satu bagian dindingnya seluas kl. 4 hektar tegak lurus menjulang langit bagai dinding sebuah bangunan raksasa.
Ditemukannya banyak situs berupa gua-gua jejak kehidupan masa lalu di Kawasan Bambapuang, membuktikan bahwa gunung-gunung batu di lokasi ini juga merupakan gunung-gunung purba. Contohnya seperti gua Loko' Malillin Desa Pana Kecamatan Alla, Loko' Tappaan di Desa Limbuang dan Loko' Palakka di Desa Palakka Kecamatan Maiwa, serta Loko' Bubau di Desa Pana Kecamatan Alla.
Banyak pecinta alam yang sudah berpetualang di sini menyebut Kawasan Bambapuang sebagai 'Negeri Seribu Gua' lantaran hampir semua gunung batu memiliki gua yang menyimpan adanya tanda-tanda sebagai tempat hunian manusia purba. Antara gua yang satu dengan lainnya memliki pesona keindahan tersendiri dengan stalaktif dan stalagnit yang syurr….Termasuk banyak gua yang bagian mulutnya menjadi bagian dari limpahan air terjun. Di mulut gua Loko' Tappaan misalnya, terdapat air terjun setinggi 7 m.
Selain itu, dibalik keindahan serta keunikannya hampir semua bukit batu di Kawasan Bambapuang memiliki mitos yang hidup sampai sekarang. Gunung Bambapuang (1.021 dpl) di Kotu, Desa Bambapuang Kecamatan Anggeraja, dalam cerita rakyat setempat disebut dahulu puncaknya menjulang tinggi jauh tak terhingga ke arah langit. Itulah sebabnya, kemudian dinamai Gunung Bambapuang (Bhs.Enrekang berarti: Tangga para Dewa atau Tangga ke Langit).
Namun kemudian Tangga Langit ini patah ke arah utara Tana Toraja. Itulah sebabnya menurut cerita rakyat setempat, seperti yang terlihat sekarang semua puncak gunung di Kawasan Bambapuang mengarah ke arah utara sesuai arah jatuhnya patahan Gunung Bambapuang. Penyebab gunung ini runtuh, ceritanya, karena terjadi cinta incest atau hubungan sedarah kakak-adik di kaki bukit tersebut.
Mitos runtuh atau patahnya Gunung Bambapuang dalam cerita rakyat yang masih hidup sampai sekarang disebut dalam bahasa daerah setempat sebagai peristiwa Lettomi Erang di Langi. Ketika Gunung Bambapuang patah, penduduk atau hewan yang lari meninggalkan lokasi saat Bambapuang patah, apabila menengok ke arah belakang seketika berubah menjadi batu. Dalam mitosnya, itulah sebabnya batu-batuan di Kawasan Bambapuang yang sampai sekarang masih terlihat bentuknya banyak yang menyerupai ujud manusia atau hewan.
Buttu Kabobong di Kawasan Bambapuang yang bentuknya seperti V berukuran super raksasa tersebut, dalam cerita rakyat disebut-sebut justru masa silam berfungsi sebagai stadion tempat pertemuan manusia purba. Sedangkan Bukit Tontonan yang ceper belakangan diistilahkan sebagai 'Serambi Mayat' lantaran di bagian bukit ada semacam alur yang berisi banyak keranda mayat purba terbuat dari kayu. Mayat-mayat itu tak ditanam, konon lantaran mereka tak ingin terjepit tanah. Ada gunung dinamai Bukit Sawa lantaran bentuk puncaknya berupa batu cadas bergelombang belang-belang bagai seekor Ular Sawa raksasa. Itulah sebagian dari banyak sekali mitos tentang gunung dan batu-batuan di Kawasan Bambapuang, Enrekang.
13367417061268499040
Panorama alam dengan latar gunung purba di poros Enrekang - Toraja/Ft: Mahaji Noesa
Sayangnya, bentang alam panorama gunung, jurang dan lembah di Kawasan Bambapuang kondisinya dari dulu sampai sekarang tidak pernah mendapat sentuhan serius untuk dipoles sebagai obyek Tujuan Wisata Andalan Sulawesi Selatan. Tanpa ada sentuhan khusus kawasan yang masih alamiah dan asri ini sebagai suatu destinasi wisata, bukan tidak mungkin kelak akan berubah fungsi.
Pasalnya, dalam perut bumi gunung-gunung di KTE maupun KTB sudah pernah dieksplorasi mengandung sejumlah barang tambang bernilai tinggi seperti marmer berwarna hitam, hijau dan putih, juga terdapat kandungan minyak tanah, batu bara, dan emas.


Baca Selengkapnya ....

5 Destinasi Pilihan Versi "Explore Indonesia"

Posted by Unknown Selasa, 26 Maret 2013 0 komentar


Dok. Kompas TV.
Kampung Wae Rebo dengan 7 rumah adat mbaru niang berbentuk kerucut


MENJELAJAHI
Indonesia tidak akan pernah ada habisnya. Dengan 13 ribu pulau tersebar di dalamnya, Indonesia memiliki banyak destinasi yang menarik untuk dikunjungi.

Program traveling "Explore Indonesia" yang tayang di Kompas TV, memilih 10 destinasi mengesankan. Daftar ini bisa menjadi referensi tujuan liburan Anda berikutnya.

Program "Explore Indonesia" dengan pembawa acaranya, Kamga, telah menjelajahi banyak wilayah di Indonesia, untuk mereguk keindahan alam, kekayaan budaya, jejak sejarah dan kehidupan masyarakatnya. Makin banyak menyinggahi pelosok-pelosok negeri, ternyata menyadarkan betapa begitu sedikit yang kita tahu tentang negeri sendiri.

"Sebelum ke luar negeri, alangkah baiknya jelajahi dulu negeri sendiri. Indonesia adalah kisah tentang negeri zamrud katulistiwa. Rayuan kecantikan yang pesonanya menggoda laksana surga," kata Kamga.

Explore Indonesia akan menayangkan kembali beberapa destinasi dari episode-episode sebelumnya. Dari 10 destinasi terpilih, 5 destinasi bagian pertama akan tayang di program "Explore Indonesia" episode "Catatan Perjalanan Kamga bagian 1", di Kompas TV pada Selasa (26/3/2013), pukul 21.00 WIB. Berikut 5 destinasi tersebut:

Wae Rebo

Wae Rebo merupakan kampung adat tradisional  di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, yang berada di pegunungan di ketinggian 1200 mdpl. Trekking selama 4,5 jam menembus hutan belantara, menjadi tantangan tersendiri untuk mencapai Wae Rebo.

Rasa lelah mendaki pegunungan, bakal terbayar lunas ketika berhasil menginjakkan kaki di Wae Rebo. Daya tarik utamanya adalah 7 rumah adat berbentuk kerucut dan beratap ijuk serta ilalang, yang disebut Mbaru Niang.

Kampung Wae Rebo merupakan kampung kuno yang sudah dihuni 19 generasi. Sebagian besar warganya menggantungkan hidup dari berkebun kopi.

Untuk bisa bersekolah, anak-anak harus tinggal terpisah dengan keluarganya. Karena jarak tempuh yang jauh, mereka harus tinggal menumpang di keluarga lain di kampung bawah yang terdapat sekolahan.

Terpencil di balik pegunungan, denyut kehidupan Wae Rebo justru lebih banyak dikenal wisatawan mancanegara ketimbang turis lokal. Tahun 2012, sebanyak 330 turis berkunjung ke Wae Rebo, yang berasal dari 19 negara.

Di Wae Rebo, wisatawan bisa menginap di dalam rumah Niang dan meresapi kehidupan masyarakat yang sangat bersahaja.

Kampung Keling

                      
Memasuki Kampung Keling, di Kota Medan, Sumatera Utara, akan terasa sedang berada di "Little India". Menyusuri lorong kampung, sepanjang jalan bakal berjumpa paras-paras India, khususnya India Tamil.

Keberadaan komunitas India Tamil di Medan, merupakan bagian dari sejarah yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Nenek moyang mereka dahulu bermigrasi dari Kota Madras, India Selatan, ke Medan. Karena berasal dari Madras, Kampung Keling juga dikenal dengan nama lain Kampung Madras.

Menurut tokoh masyarakat Kampung Keling, Narain Sami, migrasi terjadi mulai awal abad 17. Ketika zaman perdagangan rempah-rempah, banyak warga India Selatan menyeberang ke daerah-daerah tertentu, termasuk ke Medan. Mereka bekerja sebagai pekerja perkebunan. Kini generasi keturunan mereka telah melebur sebagai warga negara Indonesia.

Sebagian plang jalan di kawasan Kampung Keling, masih memakai nama-nama India, seperti Jalan Kalingga, Jalan Hindhu, dan Jalan Mahayana. Di kawasan ini juga berdiri kuil kuno bernama Kuil Shri Mariaman yang dibangun tahun 1884, dan masih menjadi menjadi pusat peribadatan umat Hindu.

Di dekat kuil, terdapat pusat jajanan kuliner, di Jalan Pagaruyung. Menu masakannya sebagian besar kuliner khas India yang bercita rasa rempah tajam, seperti nasi biryani, roti cane, martabak dan lainnya.

Pasar Bolu Toraja
 
Toraja identik dengan ritual kematian yang mewah. Bagian dari kemewahan itu adalah kewajiban menyediakan persembahan hewan kurban berupa tedong atau kerbau. Hewan yang akan menemani setiap arwah yang akan menjalani kehidupan kedua di dalam lain yang di disebut puya.

Ketika digelar Rambu Solo, bagi mereka yang masih golongan keluarga bangsawan harus menyediakan hewan kurban kerbau minimal 24 ekor. Tingginya kebutuhan kerbau, menjadikan kerbau sebagai primadona perdagangan di Toraja.

Pasar Bolu di Kota Rantepao, ibukota Kabupaten Toraja Utara, merupakan pusat perdagangan kerbau di Toraja. Ribuan kerbau dengan berbagai jenis dijual di tempat ini.

Harga satu ekor kerbau bervariasi, dari yang murah belasan juta hingga yang bernilai sangat fantastis, mencapai ratusan juta rupiah. Kerbau yang mahal adalah kerbau belang, dengan ciri-ciri tertentu. Ada yang seharga 150 juta, 200 juta bahkan 350 juta. Harga kerbau bisa seharga mobil mewah!

Pasar Bolu selalu ramai. Ramai kerbaunya, ramai pula pengunjungnya. Tapi tidak semua pengunjung berniat untuk membeli kerbau. Tidak sedikit dari mereka adalah wisatawan yang datang karena tertarik melihat-lihat kerbau super mahal.

Kerbau layaknya artis, karena tidak sedikit turis yang befoto bersama kerbau. Walaupun tidak mampu membeli, setidaknya mereka bisa berpose dengan kerbau seharga ratusan jutaan rupiah.
 
Suku Kajang
 
Jika di Banten ada Suku Baduy, di Sulawesi Selatan memiliki Suku Kajang. Mereka sama-sama suku yang bersahaja, menjauh dari modernisasi dan hidup berdampingan dengan alam. Suku Kajang hidup di Kampung Adat Ammatoa, yang terletak di dalam hutan adat mereka yang masih terjaga baik.

Masuk ke kampung ini terasa bagaikan memasuki mesin waktu, membawa kita kembali ke masa lampau. Karena di kampung ini tidak diperbolehkan ada penerangan listrik, kendaraan bermotor dan barang-barang elektornik lainnya.

Mereka memegang prinsip hidup 'kamase-mase', yang berarti prinsip hidup sederhana dan prihatin. Seluruh warga mengenakan pakaian serba hitam, karena mereka lahir dari rahim yang gelap, sehingga ketika hidup di dunia pun mereka tidak perlu warna-warni kemewahan.

Tidak hanya pakaian, untuk bangunan rumah juga sederhana dan seragam, baik ukuran, bentuk maupun bahannya. Tidak ada perbedaan antara rumah pejabat adat dan warganya. Sehingga tidak ada si kaya dan si miskin. Untuk transportasi mengangkut barang, warga menggunakan tenaga kuda.

Masyarakat tidak boleh sembarangan menebang pohon dan mengambil hasil hutan. Setiap menebang pohon harus menanamnya kembal lebih banyak. Mereka percaya alam akan bermurah hati kepada manusia bila menjaga kelestariannya. Ada keyakinan mereka, bahwa daun akan mengundang air hujan, dan akar pohon akan mengeluarkan mata air.

Komodo

 
Menjelajah alam bebas dengan satwa liar di dalamnya, memberi tantangan yang bakal memicu adrenalin. Apalagi, bila hewan itu merupakan reptil purba yang masih tersisa di muka bumi, yaitu komodo.

Dengan air liur yang mengandung 60 jenis bakteri mematikan, sang predator menjadi pemangsa puncak dalam mata rantai makanan di sebuah pulau. Komodo merupakan kekayaan hayati indonesia yang masuk sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia.

Untuk menuju Pulau Rinca dan Pulau Komodo, tempat habitat asal komodo, bisa menyeberang dari pelabuhan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, NTT. Pengunjung bisa menyewa perahu motor kecil hingga jenis kapal pinisi yang besar dan mewah.

Di Taman Nasional Komodo, selain bisa trekking melihat langsung kehidupan komodo di alam bebas, pengunjung juga bisa melihat kehidupan masyarakat suku komodo.

Kampung Komodo satu-satunya kampung di Pulau Komodo. Warga bermata pencaharian sebagai nelayan dan sebagian menjadi perajin patung komodo untuk souvenir. Meski hidup berdampingan dengan komodo yang mematikan, anak-anak di kampung ini tetap bebas bermain di halaman rumah.

Padahal, komodo sering memakan hewan ternak seperti kambing milik warga. Seorang warga, Ibu Farida, mengaku sudah 10 kambing miliknya dimangsa komodo. Namun ia tidak kapok, dan tetap membiarkan kambing-kambingnya berkeliaran bebas tanpa kandang.

Sumber: kompas.com

Baca Selengkapnya ....

Mendagri hilangkan syarat cap sidik jari pembuatan e-KTP

Posted by Unknown Minggu, 20 Januari 2013 0 komentar
http://www.amyunus.com/wordpress/wp-content/uploads/2012/10/e-ktp.jpg

Pelaksanaan program elektronik kartu tanda penduduk (e-KTP) tidak semulus yang direncanakan. Saat ini persoalan distribusi e-KTP menumpuk di kecamatan hampir di seluruh Indonesia.

"Maka Mendagri telah menindaklanjuti, dengan menerbitkan surat edaran pada tanggal 18 Desember 2012, yang ditujukan kepada para bupati atau wali kota. Yang intinya dispensasi penyerahan e-KTP secara massal, tanpa memerlukan verifikasi sidik jari terlebih dahulu," kata Mendagri Gamawan Fauzi saat rapat kerja dengan Komisi II DPR di komplek parlemen, Senayan Jakarta, Senin (21/1).

Menurut Gamawan, kebijakan tersebut juga sebagai jawaban dari desakan Komisi II DPR, yang menginginkan pendistribusian e-KTP cepat selesai. Hal itu mengingat pelaksanaan Pemilu 2014 yang semakin dekat.

Meski Mendagri memberikan dispensasi untuk tidak menyertakan cap sidik jari, namun yang bersangkutan tetap diharuskan melakukannya di lain waktu. Dan juga yang bersangkutan diwajibkan mengembalikan KTP non elektronik, atau KTP lama.

Target penyelesaian e-KTP 172.015.400 penduduk pada 31 Desember 2012, telah diselesaikan 6 November pada tahun yang sama.

"Perkembangan sampai dengan tanggal 31 Desember 2012, hasil perekamatan e-KTP sudah mencapai 175.142.720 wajib KTP," terang Gamawan.

Dengan demikian, lanjut Gamawan, sisa pekerjaan fisik yang harus diselesaikan adalah pencetakan blanko berbasis chip sebanyak 12.965.400 keping, personalisasi sebanyak 48.371,992 keping, dan distribusi sebanyak 60.218.638 keping.

Untuk penyelesaian sisa pekerjaan itu, Mendagri melakukan perpanjangan kontrak sampai 31 Oktober 2013 yang diproses sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Akan tetapi kami telah meminta kepada konsorsium, agar penyelesaian sisa pekerjaan tersebut dapat dipercepat sampai sekitar bulan Juni 2013 atau akhir semester I," katanya.

Sumber : merdeka.com

Baca Selengkapnya ....

Tiket

Popular Posts

LAYANAN TIKET PESAWAT MURAH support SENI BERBELANJA DI RUMAH - Original design by Bamz | Copyright of Berbagi Berita Terkini.